Kokoh saja belum cukup...
*Kokoh saja belum cukup, tetapi perlu disertai kelapangan
hati (sebait kalimat Tausiyah pak Irman saat Sertijab)
Di ujung senja seorang diri. Merenungkan setiap episode
kehidupan yang telah dijalani. Beragam
peristiwa silih berganti menghiasi alur kehidupan. Setiap manusia diberikan
masalah sebagai ujian kenaikan tingkat kapasitas dirinya. Seorang manusia
diberikan cobaan untuk menunjukkan siapakah hambanya yang paling bertakwa.
Ujian adalah kata sakti yang melecut nyali seorang manusia. Jika diibaratkan, kata ujian dalam kehidupan para pencari ilmu berarti syarat untuk kenaikan tingkat. Mau tidak mau ia akan memaksa dirinya untuk mempersiapkan. Begitupun dengan bidang-bidang yang lainnya. Namun dalam hidup manusia Allah berikan ujian itu dalam kenikmatan dan kesukaran. Bahkan kita seringkali tidak menyadari bahwasanya dalam setiap detik kita adalah ujian bagi diri kita.
Suatu kali mungkin kita pernah mersakan setiap masalah menghimpit jiwa. Berbagai pilihan dihadapkan pada diri kita. Rasanya setiap masalah itu muncul bertubi-tubi tanpa pernah berhenti. Masalah itu datang menuntut untuk segera diselesaikan dengan secepat mungkin. Maka saat ini sebenarnya kita tengah belajar untuk kokoh. Terkadang saat masalah bertubi-tubi menghantam jiwa kokohnya diri terkesan keras mempertahankan prinsip, keras mempertahankan apa yang diyakini, bahkan terkesan mendikte orang lain. Kokoh dengan menjauhi keterpurukan atas setiap masalah yang menghantam jiwa.
Kokoh saja belum cukup ternyata, perlu disertai dengan kelapangan hati. Upaya penyelesaian masalah berbentur dengan realita yang ada. Rencana yang telah kita susun tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kita perlu melapangkan seluas-luasnya hati dan sebesar-besarnya kemaafan jika masalah itu berbenturan dengan hubungan degan manusia. Karena hati adalah raja, yang bisa menggerakkan semua anggota badan kita itu baik atau buruk. Sehingga kokoh saja belum cukup namun perlu disertai dengan kelapangan hati.
“Apakah manusia mengira bahwa mereka sedang dibiarkan (saja) mengatakan, kami beriman” sedang meraka tidak diuji lagi?? (al ankabut : 2)
Kokohnya manusia harus diiringi
dengan lapangnya hati. Secara fisik hati jelas memang tak tampak, ukuran jelas
memang tak besar. Namun ia ibarat wadah yang mampu menampung segalanya, duka,
gembira, senang, sukar, marah, iri, dengki, sombong. Kadang semua itu bermula
dari bagaimana hati kita menyikapai. Ini ujian juga bukan ?? kita diuji
bagaimana meluruskan nita kita, kita diuji dengan segala kenikmatan yang kita
miliki, kita diuji dengan segenap permasalahan yang menghantam. Boleh jadi kita
bisa kokoh namun tanpa dibarengi dengan kelapangan hati mutahil kokoh itu
mengakar, yang ada kokoh itu tak berkar.
Comments
Post a Comment