Ketika Hujan dan Gemuruh

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan dia menurunkan hujan dari langit lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.


Langkah kaki itu tegap menatap jalanan, dengan dagu sedikit diangkat, tampaklah kewibawaannya. Seluruh pasang mata dijalanan menatap kemanapun ia melangkah. Hingga tiba disuatu hamaparan bumi tanpa tanaman dan pepohonan, hanya rumput hijau yang menghampar sejauh mata memandang, langkahnya terhenti, wajahnya tertunduk menatap tanah tidak ada lagi tatapan kekaguman orang lain. Hanya angin yang menghempas raganya, hanya sepi yang menemaninya.
Hujan turun tiada di duga, namun sang raga semakin tertunduk dan akhirnya terduduk. Angin yang ramah kini berubah menghentak dan menabrak raga-nya , disertai dengan gemuruh langit yang seakan memberikan sebuah jawaban ataukah sebuah pelajaran untuknya seiring dengan semakin bergemuruh suara yang menghujam di dadanya. Ketakutankah??? Bisa jadi… pohon-pohon yang seakan-akan hendak tercabut dari tempatnya ditanam,diliuk-liukkan oleh angin yang sangat membabi buta. Bahkan sang gemuruh seakan tidak mau kalahnya beraksi menunjukkan kekuasan tuhan pada sosok yang tengah tertunduk dan terduduk menatapi dan menikmati guyuran air hujan.
“Betapa tidak berartinya manusia. Dengan sedikit jabatannya, dengan sedikit kekayaannya, dengan sedikit ketenarannya yang selalu ia tampakkan. Ternyata saat ini tidak ada apa-apanya. Dengan gemuruh, hujan dan angin saja sudah menimbulkan ketakutan bahwasanya ada yang lebih berkuasa atas semua itu termasuk dirinya.
Dari manakah lahirnya keberanian, jika bukan dari kesadaran pribadi. Berani berkata, berani bertindak berarti berani menerima semua konsekuensi, berani melakuakan apa saja dengan seusuatu yang dipilihnya. Disela-sela ketundukkan wajahnya ke tanah. Dengan lirih ia berujar. “Tuhanku,,,tidak ada yang paling berkuasa selainMu, diri ini kerdil dan hina. Syukur atas nikmat yang telah kau berikan berupa gemuruhnya langit, derasnya hujan hingga kencangnya angin  yang menimpa raga.”
Wajahnya terangkat dan tanganya menengadah. “Syukurku padaMu ya Rabb, yang telah menganurahkan semua nikmat ini.”

Comments

Popular posts from this blog

Ketika Harus Menginap di Bandara Balikpapan

Atas Keibuan bawah Kesebelasan

Sambal Kelud alias Si "BonCabe" Ekonomis